Apakah Malaysia Menuju Jalan Indonesia?

Indonesia adalah salah satu negara paling boros di dunia dalam hal kekayaan alam.

Tuhan telah menganugerahkan Indonesia dengan emas, uranium, tembaga, minyak, kayu, pantai, lautan dan kelimpahan lainnya. Tanah subur dengan curah hujan yang melimpah. Tempelkan ranting ke tanah dan tumbuh menjadi pohon.

Namun orang Indonesia beristirahat di jalan. Makanan itu mahal. Orang Indonesia biasanya makan nasi, tempe, tauhu dan mungkin sedikit sayuran untuk sarapan, makan siang dan makan malam biasa.

Untuk alasan apa ini begitu? Jawabannya karena para elit penguasa di Indonesia tidak peduli dengan individu. Mereka telah merusak negara.

Mereka membuat strategi-strategi utama yang secara efektif menjaga para elit tetap berpengaruh dan kaya. Hal yang persis sama terjadi di M’sia.

Ada juga banyak orang Indonesia yang bersekolah dan kuliah tetapi tidak menguasai keterampilan yang dapat membantu mereka bertahan hidup di dunia nyata. Mereka sangat miskin dalam dialek Eropa seperti Inggris atau Belanda. Semua sekolah mereka dalam bahasa Indonesia. Jadi mereka tidak bisa tetap waspada terhadap kejadian dan kemajuan terbaru. Mereka tidak bisa bersaing. Mereka tetap miskin. Keturunan para elit dikirim ke luar negeri untuk bersekolah. Seorang lulusan perguruan tinggi khas Indonesia tidak dapat membawa kemampuan daftar ke atasannya. Individu yang bersangkutan akibatnya mendapatkan konsesi. Ini terjadi di Malaysia. Lulusan perguruan tinggi Bumiputra mungkin menjadi sangat kaya jika mendapatkan posisi Pemerintah di mana mereka tidak melakukan banyak pekerjaan tetapi mendapatkan kompensasi yang layak dengan tunjangan. Di area rahasia mereka mungkin tidak menemukan pekerjaan baru atau hanya mendapatkan konsesi.

Untuk itu 100.000 alumni menganggur di Malaysia.

Lulusan perguruan tinggi Bumiputra muncul untuk wawancara sebagai sopir taksi dan pembantu toko. Apa yang bisa dikatakan tentang orang-orang yang gagal setelah SPM? Kampus Teladan (Cruiser Racers). Sabtu lalu saya melihat satu lagi Mat Rempit mati di balapan jalanan di Shah Alam (dekat Segmen 7).

Di Malaysia, seperti di Indonesia, makanan semakin mahal. Namun, tingkat upah dan gaji orang-orang, terutama orang Melayu, tidak memperhatikan kenaikan harga. Alih-alih memupuk kapasitas individu yang serius, otoritas publik telah menggunakan NEP yang dibom untuk memberikan sponsor dan membagikan uang tunai.

Semuanya dibiayai, setidaknya minyak goreng, tepung, beras, gula, BBM, dan sebagainya.

Otoritas Publik telah memberikan wakaf ini dengan tujuan agar individu akan terus memutuskan mendukung partai keputusan. Jadi tidak pernah menguntungkan otoritas Publik untuk menjadikan orang Melayu otonom. Seorang Melayu yang bebas dari otoritas Publik tidak dapat memutuskan mendukung BN. Terus berbenah dengan subsidi selanjutnya lebih baik.. Jadi, selama 50 tahun lebih, semua itu sudah dibiayai.

Namun, saat ini dengan 27 juta orang di negara yang sebagian besar adalah Melayu, sponsor semakin mahal. Ada juga lebih banyak perampokan dan pemborosan oleh para elit di Malaysia.

Bagaimanapun, tidak ada ‘sumur’ tanpa akhir yang penuh dengan uang.

Semuanya memiliki titik potongnya. Uang tunai akan segera habis. Tanpa alokasi untuk minyak goreng, gula, tepung dan minyak bumi, bagaimana orang-orang, terutama orang Melayu, bisa bertahan? Saat ini lulusan perguruan tinggi tidak dapat mengamankan posisi atau bersaing di area rahasia. Apa yang terjadi ketika uang minyak habis? Apa yang terjadi ketika (bukan jika, bagaimanapun ketika) Otoritas Publik tidak dapat lagi menghabiskan miliaran uang minyak untuk mendukung basis demokrasinya lagi? Saat itulah kita mungkin melihat orang-orang beristirahat di jalanan, sangat mirip dengan di Indonesia. Dengan asumsi itu terjadi bangsa ini akan mengalami disintegrasi. Kami akan dikonsumsi dalam segala hal.

Speak Your Mind

*